Sering ya terima info di grup whatsapp atau media sosial yang isinya berita atau gambar bahkan video tentang orang hilang, kecelakaan, tawuran, dan demo? Bagaimana perasaannya? Tangan jadi gatal untuk share lagi ya? Tahan dulu deh. Pastikan itu benar dan kapan kejadiannya? Ayo tabayyun dulu. Kalaupun benar, pikir lagi. Penting atau tidak info itu disebar? Positif atau negatifnya yang lebih besar? Kalau dampak negatifnya lebih besar, tahan diri untuk tidak share.

Direktorat Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik (TKKKP), Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak 100 orang pelajar dan mahasiswa dari organisasi islam di Jambi untuk berdialog dalam Forum Dialog dan Literasi Media Berbasis Islam Wasathiyah. Pesan yang disampaikan agar para generasi milenial “taat beragama, bergaul harmonis, sopan berkomunikasi”.
“taat beragama, bergaul harmonis, sopan berkomunikasi”
Dialog ini menghadirkan narasumber KH Muhammad Cholil Nafis, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI dan Rulli Nasrullah, akademisi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah atau yang akrab dipanggil Kang Arul.

Menurut H. M. Yusuf Mu’az, Sekretaris Umum MUI Provinsi Jambi, saat ini telah terjangkit kecanduan media sosial sehingga ibadah ditinggalkan. Akibatnya lebih banyak baca di media sosial daripada baca Al Qur’an. Padahal informasi di media sosial tidak seluruhnya benar. Ada hoaks di media sosial, yang ciri-cirinya antara lain informasi heboh, minta segera di-share, sumber tidak jelas, serta aneh dan diluar kebiasaan. Kalau informasi tidak jelas sumbernya, sebaiknya tabayyun, sesuai Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 6.
Direktur TKKKP, Selamatta Sembiring, mewanti-wanti peserta yang merupakan generasi milenial untuk berhati-hati pada rayuan di media sosial. Dalam sambutannya menyatakan penetrasi internet di Indonesia telah mencapai sekitar 145 juta, dimana media sosial diakses sekitar 120 juta generasi X, Y dan Z. Sementara hasil survei Mastel, media sosial telah dipenuhi konten hoaks dan ujaran kebencian. Ini berbahaya karena dapat dijadikan pemicu konflik vertikal dan horizontal. Jadikan media sosial sebagai akselerator perdamaian.

Di hadapan pelajar dan mahasiswa milenial di Jambi, KH M Cholil Nafis, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, menyampaikan bahwa generasi milenial bisa jadi figur publik di media sosial, bukan lagi generasi televisi. Berikan dan cari informasi yang bermanfaat di media sosial.

Bagaimana umat Islam berlaku di media sosial, kini sudah ada panduannya dari MUI. Pedoman bermuamalah melalui media sosial ini bisa dilihat di Fatwa MUI No. 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial
Setiap informasi yang berasal dari media sosial memiliki kemungkinan benar dan salah. Informasi yang baik belum tentu benar. Informasi yang benar belum tentu bermanfaat. Informasi yang bermanfaat belum tentu cocok untuk dimanfaatkan ke ranah publik. Tidak semua informasi yang benar itu boleh dan pantas disebar ke ranah publik.
Proses tabayyun harus dilakukan, dengan langkah, pertama dipastikan aspek sumber informasi (sanad)nya, yang meliputi kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya. Kedua, dipastikan aspek kebenaran konten (matan)nya, yang meliputi isi dan maksudnya. Ketiga, dipastikan konteks tempat dan waktu serta latar belakang saat informasi tersebut disampaikan. Cara memastikan kebenaran informasi antara lain dengan langkah bertanya kepada sumber informasi jika diketahui dan permintaan klarifikasi kepada pihak-pihak yang memiliki otoritas dan kompetensi.
Pada sesi akhir para peserta praktek membuat video blogging (vlog) kreatif dengan narasumber Kang Arul. Karya peserta diunggah melalui instagram dengan tagar #bijakbermedsos #bijakbermedsosjambi #fatwamedsosMUI. Di akhir acara, dipilih hasil karya terbaik dari peserta. Tiga vlog terbaik mendapatkan hadiah powerbank dan 5 orang mendapatkan voucher belanja dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.

waw ini berbahaya karena dapat dijadikan pemicu konflik vertikal dan horizontal. Jadikan media sosial sebagai akselerator perdamaian.